Nabi Muhammad Ajarkan Adab Ziarah Kubur

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam termasuk orang yang tak hanya mempraktikkan ziarah kubur tapi mengajarkan (adab ziarah kubur) apa yang hendaknya dibaca saat seseorang berkunjung ke tempat pembaringan terakhir itu. Dalam Shahih Muslim dipaparkan bahwa setiap kali keluar rumah pada akhir malam menuju Baqi’ (makam para sahabat di Madinah Rasulullah menyapa penduduk makam dengan kalimat berikut:

السَّلامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنينَ وَأتاكُمْ ما تُوعَدُونَ غَداً مُؤَجَّلُونَ وَإنَّا إنْ شاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحقُونَ

Assalamu’alaikum, hai tempat bersemayam kaum mukmin. Telah datang kepada kalian janji Tuhan yang sempat ditangguhkan besok, dan kami insyaallah akan menyusul kalian.

Usai membaca salam ini, Rasulullah lalu menyambungnya dengan berdoa “Ya Allah, ampunilah orang-orang yang disemayamkan di Baqi’.” Doa ini bisa kita ganti dengan memohonkan ampun kepada para ahli kubur tempat peziarah berkunjung.

Istiri Baginda Nabi, Siti A’isyah pernah bertanya tentang apa yang seharusnya dibaca kala ia pergi ke kuburan. Rasulullah mengajarkan bacaan dengan redaksi lain, namun dengan substansi yang tetap mirip, yakni mengucapkan salam, mendoakan kebaikan bagi ahli kubur, dan menyadari bahwa peziarah pun suatu saat akan berbaring di dalam tanah. Berikut jawaban Rasulullah:

السَّلامُ عَلَى أهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنْكُمْ وَمِنَّا وَالْمُسْتأخِرِين وَإنَّا إنْ شاءَ اللَّه بِكُمْ لاحِقُونَ

Assalamu’alaikum, hai para mukmin dan muslim yang bersemayam dalam kubur. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada mereka yang telah mendahului dan yang akan menyusul kalian dan [yang telah mendahului dan akan menyusul] kami.  Sesungguhnya kami insyaallah akan menyusul kalian.”

Jawaban Nabi atas pertanyaan Siti A’isyah yang terekam dalam Shahih Muslim itu sekaligus memberi isyarat bahwa ziarah juga bisa dilakukan oleh kaum perempuan. Hanya saja, para peziarah dilarang menangis di atas kuburan. Imam Nawawi dalam Al-Adzkâr mengatakan, para peziarah disunnahkan memperbanyak baca Al-Qur’an, dzikir, dan doa untuk penghuni kubur yang diziarahi serta seluruh umat Islam yang telah meninggal dunia. Ziarah dianjurkan dilaksanakan sesering mungkin dan diutamakan ke kuburan orang-orang saleh.

Ucapan tersebut menunjukkan bahwa arwah yang berada di alam kubur itu mendengarkan apa yang disampaikan zairin (peziarah).

Sehingga sebagaimana tuntunan Islam,orang  yang telah mendahului kita agar senantiasa didoakan dengan bacaan Alquran serta dzikir. Alhasil orang yang sudah meninggal sangat mengharapkan kiriman doa dari orang yang masih hidup.maka dari pemahaman inilah sehingga timbul kebiasaan ziarah qubur baik kepada orang tua,sanak kerabat,maupaun makam para wali dengan niat Beribadah kepada Allah dan juga mendekatkan diri kepada Allah SWT .Sehingga orang-orang menyebut tradisi ini dengan kintun donga (kirim doa, red).

Mendoakan orang yang sudah meninggal terhitung sebagai pahala. Dalam hal itu dua imam besar beda pendapat.  “ Menurut Imam Hanbali  yang memperoleh ganjaran si mayit tetapi yang mendoakan akan mendapatkan    pahala sebagaimana yang diperoleh mayit “

“Menurut Imam Syafii yang memperoleh ganjaran yang mendoakan tetapi yang didoakan juga memperoleh pahala sebagaimana yang mendoakan.

Terkait dengan tata cara Ziarah Qubur di atas,di masyarakat juga ada tradisi Haul.dalam hal ini haul  merupakan bagian dari sunnah rasul. Sunnah rasul mencakup tiga aspek aqwalunnabi (ucapan nabi), af’alun nabi (perbuatan nabi) dan taqriratun nabi (ketetapan nabi).

Konteks ini, haul merupakan af’alun nabi (perbuatan nabi). Sebab rutinitas tahunan itu dikerjakan oleh Nabi sendiri. Nabi serimg menyempatkan diri untuk menziarahi para sahabat yang turut serta dalam perang Uhud berjumlah 70 termasuk kepada sahabat Hamzah.

Meski untuk menuju ke makam ditempuh Nabi sekira 6 km dengan onta, namun beliau setiap tahun selalu menyempatkan waktu untuk berziarah.

“Dengan ziarah, haul berarti kita telah ikut Rasul. Apa yang kita lakukan ini tidak tanpa dalil tetapi ada dasar dan tata caranya juga,”

Ziarah Kubur bagi Wanita

Di antara ulama yang mengatakan bahwa ziarah kubur bagi wanita dilarang adalah Al-Imam Muhammad bin Muhammad Al-Abdary Al-Maliki, terkenal dengan sebutan  “Ibnu al-Hajj”. Ia berkata:

“Dan selayaknya baginya (laki-laki) untuk melarang wanita-wanita untuk keluar ziarah kubur meskipun wanita-wanita tersebut memiliki makam (karena si mayat adalah keluarga atau kerabatnya) sebab As-Sunnah telah menghukumi/menetapkan bahwa mereka (para wanita) tidak diperkenankan untuk keluar rumah untuk ziarah kubur”. (Lihat Madkhal As-Syar‘i Asy-syarif 1/250)

Sementara ulama yang menyatakan ziarah kubur bagi wanita boleh antara lain berpedoman pada hadits riwayat Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik RA bahwa:

Rasulullah SAW melewati seorang wanita yang sedang berada di sebuah kuburan, sambil menangis. Maka Rasulullah SAW berkata padanya: “Bertaqwalah engkau kepada Allah SWT. dan bersabarlah.” Maka berkata wanita itu : “Menjauhlah dariku, engkau belum pernah tertimpa musibah seperti yang menimpaku”, dan wanita itu belum mengenal Nabi SAW, lalu disampaikan padanya bahwa dia itu adalah Rasulullah SAW, ketika itu, ia bagai ditimpa perasaan seperti akan mati (karena merasa takut dan bersalah).

Kemudian wanita itu mendatangi pintu (rumah) Rasulullah SAW dan dia berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku (pada waktu itu) belum mengenalmu,” maka Nabi SAW berkata: Sesungguhnya yang dinamakan sabar itu adalah ketika (bersabar) pada pukulan (cobaan) pertama.”

Al-Bukhari memberi terjemah (judul bab) untuk hadits ini dengan judul “Bab tentang ziarah kubur,” menunjukkan bahwa beliau tidak membedakan antara laki-laki dan wanita dalam berziarah kubur. (Lihat  Shohih Al-Bukhari 3/110-116).

Al-Imam Al-Qurthubi berkata : “Laknat yang disebutkan di dalam hadits adalah bagi wanita-wanita yang memperbanyak ziarah karena bentuk lafazhnya menunjukkan mubalaghah (berlebih-lebihan)”.

Dan sebabnya mungkin karena hal itu akan membawa wanita kepada penyelewengan hak suami, berhias diri belebihan dan akan memunculkan teriakan, erangan, raungan dan semisalnya.

Jika semua hal tersebut tidak terjadi, maka tidak ada yang bisa mencegah untuk memberikan izin kepada para wanita untuk ziarah kubur, sebab mengingat mati diperlukan bagi laki-laki maupun wanita”. (Lihat: Al Jami’ li Ahkamul Qur`an).

Sebenarnya, hukum ziarah kubur bagi laki-laki dan perempuan adalah sunnah. Sebab hikmah ziarah kubur adalah untuk mendapat pelajaran dan ingat akhirat serta mendoakan ahli kubur agar mendapat ampunan dari Allah SWT. Ziarah kubur yang dilarang adalah pemujaan, menyembah dan meminta-minta kepada penghuni kubur.

Adapun hadits yang menyatakan larangan ziarah kubur bagi wanita itu telah dicabut dan hukum berziarah baik laki-laki maupun perempuan adalah sunnah. Dalam kitab Sunan at-Tirmidzi disebutkan:

“Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa hadits itu (larangan ziarah kubur bagi perempuan) diucapkan sebelum Nabi SAW membolehkan untuk melakukan ziarah kubur. Setelah Rasulullah saw membolehkannya, laki-laki dan perempuan tercakup dalam kebolehan itu”. (Sunan At-TIrmidzi: 976)

 

 

 

“Ibnu Hajar Al-Haitami pernah ditanya tentang ziarah ke makam para wali, pada waktu tertentu dengan melakukan perjalanan khusus ke makam mereka. Beliau menjawab: “berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan. Demikian pula dengan perjalanan ke makam mereka.” (Al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah, juz II : 24).
(HM Cholil Nafis, MA Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU)

 

Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan

Diantara tradisi menjelang bulan Ramadhan (akhir Sya’ban) adalah ziarah kubur. Sebagian mengistilahkan tradisi ini sebagai arwahannyekar (sekitar Jawa Tengah), kosar (sekitar JawaTimur), munggahan (sekitar tatar Sunda) dan lain sebagainya. Bagi sebagian orang, hal ini menjadi semacam kewajiban yang bila ditinggalkan serasa ada yang kurang dalam melangkahkan kaki menyongsong puasa Ramadhan.

Adapun mengenai ikmah ziarah kubur Syaikh Nawawi al-Bantani telah menuliskannya dalam Nihayatuz Zain demikian keterangannya “disunnahkan untuk berziarah kubur, barang siapa yang menziarahi makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum’at, maka Allah mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang taat dan berbakti kepada kedua orang tuanya”…

Demikianlah hikmah di balik ziarah kubur, betapa hal itu menjadi kesempatan bagi siapa saja yang merasa kurang dalam pengabdian kepada orang tua semasa hidupnya. Bahkan dalam keteragan seanjutnya masih dalam kitab Nihayatuz Zain diterangkan “barang siapa menziarahi kubur kedua orang tuanya setiap hari jum’at pahalanya seperti ibadah haji

Apa yang dikatakan Syaikh Nawawi dalam Nihayuatuz Zain juga terdapat dalam beberapa kitab lain, bahkan lengkap dengan urutan perawinya. Seperti yang terdapat dalam al-Mu’jam al-Kabir lit Tabhrani juz 19.

حدثنا محمد بن أحمد أبو النعمان بن شبل البصري, حدثنا أبى, حدثنا عم أبى محمد بن النعمان عن يحي بن العلاء البجلي عن عبد الكريم أبى أمية عن مجاهد عن أبى هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم “من زار قبر أبويه أو احدهما فى كل جمعة غفر له وكتب برا

Rasulullah saw bersabda “barang siapa berziarah ke makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum’at maka Allah mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang ta’at dan berbakti kepada kedua orang tuanya.

Adapun mengenai pahala haji yang disediakan oleh Allah swt kepada mereka yang menziarahi kubur orang tuanya terdapat dalam kitab Al-maudhu’at berdasar pada hadits Ibn Umar ra.

أَنْبَأَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنُ أَحْمَدَ أَنْبَأَنَا حَمْزَةُ أَنَبَأَنَا أَبُو أَحْمَد بْنُ عَدِّى حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَفْص السَّعْدِى حَدَثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ مُوْسَى حَدَّثَنَا خَاقَان السَّعْدِى حَدَّثَنَا أَبُو مُقَاتِل السَّمَرْقَنْدِى عَنْ عُبَيْدَ الله عَنْ نَافِع عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم ” مَنْ زَارَ قَبْرَ أَبِيْهِ أَوْ أُمِّهِ أَوْ عَمَّتِهِ أَوْ خَالَتِهِ أَوْ أَحَدٍ مِنْ قَرَابَاتِهِ كَانَتْ لَهُ حَجَّةٌ مَبْرُوْرَةٌ, وَمَنْ كَانَ زَائِرًا لَهُمْ حَتَّى يَمُوْتَ زَارَتِ الْمَلَائِكَةُ قَبْرَهُ

Rasulullah saw bersabda “Barang siapa berziarah ke makam bapak atau ibunya, paman atau bibinya, atau berziarah ke salah satu makam keluarganya, maka pahalanya adalah sebesar haji mabrur. Dan barang siapa yang istiqamah berziarah kubur sampai datang ajalnya maka para malaikat akan selalu menziarahi kuburannya”

Akan tetapi tidak demikian hukum ziarah kubur bagi seorang muslimah. Mengingat lemahnya perasaan kaum hawa, maka menziarahi kubur keluarga hukumnya adalah makruh. Karena kelemahan itu akan mempermudah perempuan resah, gelisah, susah hingga menangis di kuburan. Itulah yang dikhawatirkan dan dilarang dalam Islam. Seperti yang termaktub dalam kitab I’anatut Thalibin. Sedangkan ziarah seorang muslimah ke makam Rasulullah, para wali dan orang-orang shaleh adalah sunnah.

 

قوله فتكره) أي الزيارة لأنها مظنة لطلب بكائهن ورفع أصواتهن لما فيهن من رقة القلب وكثرة الجزع)

Dimakruhkan bagi wanita berziarah kubur karena hal tersebut cenderung membantu pada kondisi yang melemahkan hati dan jiwa.

Dari keterangan panjang ini, maka tradisi berziarah kubur tetaplah perlu dilestarikan karena tidak bertentangan dengan syari’ah Islam. Bahkan malah dapat mengingatkan akan kehidupan di akhirat nanti. Apalagi jika dilakukan di akhir bulan Sya’ban. Hal ini merupakan modal yang sangat bagus untuk mempersiapkan diri menyongsong bulan Ramadhan.

Ziarah Kubur, Ibadah dan Nasionalisme

Ziarah kubur bukan hanya sebuah ibadah yang di dalamnya melakukan doa-doa, istighotsah dan tawasul yang dimunajatkan kepada Allah SWT. Namun ziarah kubur juga mampu menjadi media napak tilas sejarah serta menumbuhkan nasionalisme untuk selalu mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia sepenuhnya.

banyak ulama daerah setempat yang patut diteladani sikap nasionalismenya. Dengan berziarah ke makam para ulama tersebut tentunya akan teringat sejarah perjuangannya yang akan menambah kecintaan para generasi penerus terhadap negara ini.

Salah satu contoh adalah makam Syekh Muhammad Arsyad al Banjari di Martapura, ulama besar nusantara abad 18 M yang menyebarkan Islam dan pembangun sistem hukum di Kerajaan Banjar dan pulau Kalimantan. Makam Khatib Dayan ulama yang diutus Kerajaan Demak untuk mengislamkan raja-raja Banjar dan makam Sultan Suriyansyah sendiri sebagai raja pertama Kerajaan Banjar yang menganut Islam.

Menurut Dekan Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung, para ulama agung Kalimantan inilah yang telah menurunkan ulama dan auliya besar lainnya yang dikagumi dan disegani hingga sekarang seperti almarhum KH A Zaini Helmi dan KH Zaini A Ghani (Guru Sekumpul). Termasuk lanjutnya, KH Idham Kholid yang pernah menjadi ketua MPRS dan memimpin PBNU sebagai ketua umum  termuda dan terlama sejak 1952-1984.

Berbagai aturan hukum Islam sebagaimana dalam Al Qur’an dan Sunah Nabi dan yang ditulis ulama Timur Tengah dalam berbagai kitab klasik terus diterapkan namun tidak serta merta diterapkan secara harfiyah dalam sistem pemerintahan dan masyarakat Banjar saat itu.

Penerapan prinsip dan nilai Islam terus dilakukan namun dengan penyesuaian dan pengembangan sejalan dengan kesiapan budaya dan sistem sosial yang hidup, seperti sistem waris dalam hukum keluarga. Inilah Islam Nusantara, Islam yang sudah ratusan tahun hidup damai, santun dan toleran berdampingan dengan keanekaragaman bangsa Indonesia.

Raja-raja Banjar, para ulama dan para pangerannya dengan tokoh seperti Pangeran Antasari dan Tumengung Surapati sangat anti kolonialisme. Perlawanan pun dikobarkan untuk melawan penjajahan asing  yang kejam. Perang Banjar yang berjalan puluhan tahun didukung kerajaan dan semua elemen rakyat yang beragam, baik ulama, tokoh adat, Banjar, Dayak, dan sebagainya.

Inilah perjuangan kemerdekaan sampai titik darah penghabisan, yang terkenal dengan semboyan Waja Sampai ka Puting (tetap bersemangat dan kuat bagaikan baja dari awal sampai akhir). Inilah Islam Banjar yang santun dan halus namun kental dengan kesetiaan pada tanah air dan bangsa.

(CC.Ali/CE.Ali)

Baca juga artikel Ziarah dilarang?